Naik angkot itu suatu
pembelajaran. Apalagi kalo naik angkotnya sendirian, jadi nggak rumpi sendiri di angkot. Dari Surabaya-Terminal
Osowilangun. Lalu, dari Terminal Osowilangun-Gresik. Ya, ini kedua kalinya aku
naik angkot sendirian, dalam arti nggak ada seorangpun yang aku kenal di angkot
itu. Dan ini dalam jarak yang lebih jauh, bukan jarak dari SD-ku ke rumah atau
SMP-ku ke rumah, jarak dekat yang pernah aku lalui sendirian saat naik angkot.
Aku belajar untuk lebih
mandiri dan lebih berani. Bukan hanya itu, aku yang suka mengamati jadi lebih
banyak belajar tentang kehidupan. Menyadari bahwa sebenarnya banyak orang yang
tidak seberuntung kita, dan kita jadi malu sendiri lebih sering melihat ke
atas.
Dari sini, aku semakin
mengerti makna bahwa belajar bukan hanya dari sekolah. Misalnya dari 2kali oper
angkot ini, dari hal kecil seperti ini kita bisa lebih belajar kehidupan. Kehidupan yang sangat buas jika kita tak berusaha menjadikannya jinak.
Belajar dari ibu-ibu penjual
ikan yang kerepotan membawa bak besar naik turun angkot pertanda bahwa ibu itu pekerja keras- kita akan malu sendiri kalau suka males-malesan, dari
kernet angkutan umum di terminal yang meskipun aku nggak naik ke angkutan yang
dia tawarkan tapi dia bersedia menunjukkan angkutan yang harus aku naiki, dari supir angkot yang meski capek mengulang-ulang rute yang sama tapi tetap dijalani mengingat kewajibannya untuk mencari nafkah yang halal, dari
ibu yang menggendong bayinya memberi perlindungan, dari penumpang angkutan yang
peduli dan mengingatkan satu sama lain meski kadang raut mukanya kesal karena posisi kurang "pewe", dari bapak-bapak penjual mainan yang buru-buru
turun ketika ada bis dan berganti masuk ke bis untuk menjajahkan dagangannya,
juga dari ibu di sebelahku yang cerita panjang lebar padaku tentang
kekesalannya pada seorang dokter yang memperlakukannya dengan tidak baik, ingin
menuntut tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena hanya rakyat kecil, bercerita
tentang anaknya yang sedang menunggu panggilan kerja di sebuah minimarket, dan
masih banyak ceritanya seolah kami saling mengenal sebelumnya.
Ya, itu semua suatu
pembelajaran yang belum tentu kita dapat di bangku sekolah atau kuliah yang
sebagian besar mungkin dari kalangan borjuis. Belajar untuk lebih peduli, lebih peka, lebih tenggang rasa, tidak mengenal pola hidup yang semakin hedon karena saling bersaing satu sama lain. Belajar tentang hidup, belajar
untuk lebih bersyukur dengan apa yang kita miliki sekarang. Suatu proses
pembelajaran yang asalnya bukan hanya dari teori-teori yang dijelaskan oleh
dosen atau kita baca sendiri di buku. Karena dengan praktek dan pengalaman jauh
lebih berharga, dan lebih mudah kita pahami setiap maknanya.